Pinjaman

Multifinance Lebih Selektif Dalam Cairkan Pembiayaan

multifinance

Dampak pandemi virus COVID19 turut mempengaruhi kinerja perusahaan multifinance di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bahwa penyaluran pembiayaan online melambat di tahun 2020 guna menekan potensi kredit macet karena keadaan perekonomian yang melemah.

Sunu Widyatmoko selaku Wakil Ketua Umum AFPI menuturkan bahwa beberapa platform multifinance lebih selektif dalam mencairkan pembiayaan baru. Hal ini karena risiko yang meningkat selama masa pandemi ini. Mereka cenderung menyalurkan pembiayaan kepada nasabah lama karena memiliki rekam jejaknya. Dengan proses yang lebih ketat, pertumbuhan agregat penyaluran pembiayaan pun lebih sedikit.

Walaupun demikian, masih ada beberapa sektor yang penyaluran pembiayaannya mengalami peningkatan selama masa wabah COVID19 ini. Umumnya, sektor yang mengalami hal tersebut merupakan sektor yang bergerak di bidang produktif. Contohnya UMKM kesehatan, farmasi, pangan, dan produk agrikultur. Serta sektor telekomunikasi dan online ecosystem. Hal ini karena sektor-sektor tersebut diperlukan untuk menunjang kebutuhan sehari-hari. Serta berpotensi untuk terus berkembang, bahkan jika pandemi COVID19 berakhir. 

Perusahaan Multifinance Tidak Bisa Bertindak Gegabah

multifinance adalah

Suwandi Wiratno selaku Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menyatakan bahwa selain lebih selektif dalam mencairkan pembiayaan, kebijakan restrukturisasi kredit pun masih berjalan hingga saat ini. Per Juni 2020, sekitar Rp 90 triliun kontrak telah direstrukturisasi sesuai dengan kebijakan dan kriteria yang ditetapkan oleh OJK. Hal tersebut juga dilakukan untuk menyikapi tantangan-tantangan yang ada dalam situasi ini. 

Suwandi menuturkan bahwa perusahaan multifinance tidak boleh bertindak gegabah dalam situasi ini. Hal ini karena posisi multifinance berada di antara konsumen dan perbankan. Multifinance harus bersikap resilience atau tahan banting dalam kondisi sekarang ini.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah fleksibel dengan rencana perusahaan, siap antisipasi dengan perubahan, meningkatkan kemampuan beradaptasi, menargetkan target baru, mengantisipasi risiko, dan melindungi titik lemah perusahaan. Langkah-langkah tersebut harus diambil agar multifinance dapat bertahan dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. 

Suwandi juga menuturkan bahwa perusahaan pembiayaan harus bersikap disiplin dan tegas dalam menetapkan nasabah mana yang harus diberikan restrukturisasi, dan mana yang masih dianggap mampu untuk membayar. Hal ini tentunya harus didasari dengan kriteria dan syarat yang berlaku.

Dengan demikian, kinerja perusahaan tetap terjaga di masa pandemi ini, dan pelayanan yang diberikan pada nasabah juga lebih optimal.